Rabu, 30 Maret 2011

oh Mr Sangar

Mr. Sangar
Dihukum lagi dihukum lagi,muak rasanya melihat guru yang satu ini, rasa rasanya tidak ada hari tanpa hukuman bagiku. Guru Bahasa inggris kata orang dimana mana galak, keras, dan sangar. Sama dengan guruku, namanya saja Mr. Sangijo. Aku memanggilnya, Mr. Sangar, meskipun hanya suara lirih yang berani kukeluarkan tiap kali aku mulai merasa muak melihat wajahnya, aku dendam bukan kepalang, sudah sering kubuat dia susah dan resah, dan aku selalu merasa puas dan selalu ingin melakukan kejahatan yang lebih agar batinku terpuaskan. Umurnya paruh baya, sekitar 55 tahun, sudah 40 tahun mengabdi menjadi guru bahasa inggris disekolahku. Meskipun sudah lumayan tua, namun ingatannya sangat kuat, tidak ada PR yang terlewatkan olehnya. Bahkan tugas tugas yang diberikan pada saat liburan panjang masih aja ditagihnya. Setiap pertemuan ada saja PR yang diberikan, tidak puas dengan PR masih ditambah hafalan yang setiap kali pertemuan ditagih. Awal maasuk tidak pernah terlewatkan sederetan kosa kata aneh ditanyakan pada kami, dan kalau tidak bisa menjawab siap siap saja kami harus berdiri sampai pelajaran usai. “ Sudah mbayar sekolah mahal, dihukum lagi”celetukku, tapi dia diam saja mendengar celetukanku. Pernah kucoba untuk membolos setiap kali Mr. Sangar masuk, namun bukannya terhindar dari bencana, malah bencana baru datang. Ketika aku berusaha melompat pagar belakang sekolah, belum sampai hitungan ketiga aku hendak melompat, setiba tiba satpam sekolah memergoki dan akhirnya aku harus berurusan dengan Bk. Yah, ruang ini seperti kantor polisi bagiku, ketika aku mulai diinvestigasi diruang kecil dengan segerombol guru BK rasanya aku menjadi narapidana yang harus siap menerima sangsi apapun. Akhirnya, sangsi akhirnya dijatuhkan padaku, skorsing tiga hari dengan setumpuk tugas yang harus kuselesaikan selama itu, tidak berhenti disitu saja, sangsi terberatpun dikeluarkan oleh ayahku, uang saku selama sebulan distop belum lagi setiap harinya aku harus diantar jemput oleh mang Abeng, tukang kebun rumahku. Dan selama aku diskorsing pintu kamarku dikunci dan dibuka hanya ketika jam makan. Yah, lengkap sudah penderitaanku sebagai narapidana.
Tiga hari berlalu, penat dikepalaku semakin menjadi jadi ketika hari pertamaku sekolah harus bertemu Mr. Sangar. Tapi tidak ada pilihan lagi, aku mencoba menikmati dari pada harus kehilangan lebih banyak uang saku jika aku membuat masalah lagi. Sudah lima menit berlalu namun Mr. Sangar masih juga belum muncul, prasangka buruk mulai menjelajahi alam fikiranku, mungkin Mr. Sangar sedang mempersiapkan seperangkat tugas dan hukuman yang menjerakan buatku, karena tau hari ini aku mulai masuk sekolah. Kusiapkan saja mental ku untuk menghadapi serangan maut Mr. Sangar. Belum selesai prasangka itu menjelajahi otakku, sesosok guru yang belum kukenal masuk kedalam kelas didampingi oleh bapak kepala sekolah. Setelah memberi salam bapak kepala sekolah memulai menyampaikan informasi “ Anak anakku semua, hari ini kalian bapak akan menyampaikan dua hal kepada kalian, informasi yang pertama adalah pada hari ini kalian akan memiliki guru baru yang insyaAllah akan mendampingi kalian belajar mendalami Bahasa Inggris dengan baik dan menggantikan Bapak Sangijo” Dalam hati aku bersorak sorak, gembira bukan kepalang, diantara siswa yang hadir hanya aku yang bertepuk tangan, yang lain terdiam terpaku melihat sesosok wanita belia yang menjadi guru kami yang baru. “dan informasi yang kedua bapak sampaikan bahwa sudah tiga hari ini bapak Sangijo sakit dan diopname di rumah sakit dan akhirnya Allah memanggil beliau kemarin pagi, hari ini jam 14.00 bapak sangijo akan dikubur, bapak berharap kalian bisa melayat bersama sama bapak dan ibu guru setelah sholat duhur”. Entah mengapa, diantara semua siswa dikelasku yang mulai menangis mendengar berita duka itu aku tidak merasa sedih sedikitpun, mungkin karena aku sudah terlanjur menyimpan rasa benci padanya, tapi bagaimanapun juga kami diwajibkan untuk melayat sepulang sekolah, sebenarnya aku malas, tapi dari pada aku bermasalah lagi ya sudah, dengan berat hati aku ikut juga bersama sama robongan sekolah ketempat pak Sangijo.
Pemandangan sepanjang jalan menuju gang tempat Mr. Sangar tinggal sungguh tidak sedap dimata. Kami menyusuri gang gang pinggir kali yang kumuh dan sampah yang berceceran dimana – mana, “sepertinya banyak warganya yang berprofesi sebagai pemulung” simpulku. Anak anak kecil telanjang bulat, asyik mandi mandi di kali yang kotor dan bau itu. “ Guru kok tinggal ditempat kumuh seperti ini, memang gajinya tidak cukup apah untuk nyari yang lebih layak” batinku.
Belum puas aku menggerutu dalam hati, aku tercengang melihat rumah Mr. Sangar. Aku tidak percaya, selama ini Mr. Sangar tinggal dirumah kumuh seperti ini, Rumahnya terbuat dari anyaman bambu, kecil sekali, sama kecilnya dengan gudang rumahku. Aku semakin terkejut melihat keluarganya, “ ya Tuhan, seperti inikah keluarga Mr. Sangar, aku melihat istrinya yang terlihat kumal sambil menangis memeluk keenam anaknya yang masih kecil kecil. Mataku mulai semakin berkaca kaca ketika melihat salah satu anak yang digendong istrinya masih bayi berumur 7 bulanan. Masih belum puas, kulihat anak anak Mr. Sangar yang tubuhnya kurus tanpa balutan baju, tulang tulang rusuknya terlihat jelas, hitam dan kumal. “Tuhan, betapa teganya aku membenci dan sudah bersikap jahat padanya”. Jika selama ini aku selalu merasa susah karena uang jajanku harus dihentikan selama sebulan, namun aku tidak pernah melihat Mr. Sangar merasa susah menjalani hidupnya yang serba kekurangan, kuingat lagi wajahnya yang setiap kali masuk tidak pernah letih, selalu dengan semangat berapi api menerangkan, menagih PR, dan menyiapkan perangkat belajar. Dia tidak pernah mengeluh, jika setiap kali melihat aku yang selalu bandel dan jahat padanya. Kubuka lagi bank kejahatanku padanya yang dulu pernah menggembosi ban motor bututnya, menempelkan permen karet dibangkunya, menyembunyikan helm kumal miliknya, Menyembunyikan sepatunya ketika sholat duhur dimesjid, dan masih banyak daftar kejahat lainnya, yang sangking banyaknya tidak muat dalam ingatanku. Aku menyesal, menyesal dengan segala yang telah kuperbuat, “ maafkan aku Mr. Sangijo, Andai aku bisa menebus kesalahanku” bisikku lirih.